Makalah Akutansi Syariah AL-MUDHARABAH


AL-MUDHARABAH
Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
“AKUTANSI SYARIAH”


Disusun Oleh :
Kelompok 3
Geang Ake Priambodho               (210717196)
Misbahhul Hanifah                       (210717204)

KELAS EKONOMI SYARI’AH F

Dosen Pengampu :
Ika Susilawati, S.E., M.M.

JURUSAN EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
PONOROGO
2018


BAB I
PENDAHULUAN
A.  LATAR BELAKANG
Latar belakang yang membuat kami ingin menulis makalah ini adalah selain sebagai tugas yang telah diberikan kepada kami, kami juga berharap banyak agar nantinya kami dapat menyerap akan Ilmu yang ada di dalamnya. Karena seperti yang kita ketahui sekarang, di Indonesia telah banyak betebaran bak-bank syariah atau perusahaan jasa keuangan berdasarkan prinsip syariah yang kita sebagai konsumen ada sebagian yang tahu mengenai akad dan lain-lain, dan sebagian tidak tahu dan ada pula yang lebih mengambil tidak mau tahu akan apa itu? Bagaimana prakteknya? dan apa manfaatnya?
Berkenaan dengan kasus ini, kami sebagai pemakalah ingin mengetahui lebih jelas bagaimana system itu ada di dalam Islam. Dan hal inilah yang berkaitan dengan jelas tentang materi yang akan kami bahas nantinya apa itu Al- Mudharabah yang merupakan akad bagi hasil suatu kerjasama dalam bisnis atau usaha.

B.  RUMUSAN MASALAH
1.    Bagaimana pengertian akad mudhorobah?
2.    Bagaimana dasar syariah akad mudhorobah?
3.    Apa saja jenis akad mudhorobah?
4.    Bagaimana manfaat dan resiko akad mudhorobah?
5.    Bagaimana berakhirnya akad mudhorobah?
6.    Bgaimana Rukun dan Ketentuan Syariah Akad Mudharabah?
7.    Bagaimana ilustrasi akuntansi akad mudhorobah?


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Al-Mudharabah (Trust Financing, Trust Invesment)
a)   Pengertian Al- Mudharabah
Al-Mudharabah berasal dari kata dharaba yang berarti memukul atau berjalan, yang dapat diamsusikan bahwa bagaimana seseorang menjalankan usahanya agar berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Secara umum Al-Mudharabah lebih mencerminkan anjuran untuk melakukan usaha. Pengertian al-mudharabah menurut yang dikemukakan oleh Muhammad Rawas Qal'aji yang disadur oleh muhammad Syafi'i Antoniodalam bukunya yang berjudul " Bank Syariah dari Teori ke Praktik " adalah :
“akad kerjasama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama (shahibul maal) menyediakan seluruh (100%) modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola yang mana keuntungan usaha dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak , sedangkan apabila rugi ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian itu bukan kelalaian si pengelola serta seandainya kerugian diakibatkan karena kecurangan dan kelalaian si pengelola, maka si pengelola harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut.”[1]
  1. Landasan syariah
Secara umum landasan dasar syariah Al-Mudharabah lebih mencerminkan anjuran untuk melakukan usaha. Hal ini tampak dalam ayat-ayat dan hadist berikut ini.
a)   Al- Qur'an
Menyatakan bahwa : "... dari orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah SWT... " (al-Muzzammil:20)
Yang menjadi wajhud-dilalah atau argumen dari surat al-Muzammil: 20 adalah adanya kata yadhribun yang sama dengan akar kata mudharabah yang berarti melakukan suatu perjalanan usaha.[2]
b)   Al-Hadis
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa Sayyidina Abbas bin Abdul Muthal jika memberikan dana ke mitra usahanya secara Mudharabah maka mensyaratkan agar dananya tidak dibawa mengarungi lautan, menuruni lembah yang berbahaya, atau membeli ternak. Jika menyalahi peraturan tersebut, yang bersangkutan bertanggung jawab atas dana tersebut disampaikanlah syarat-syarat tersebut kepada Rasulullah saw. dan Rasulullah pun membolehkannya. "(HR. Tabrani).
c)     Ijma
Imam Zailai telah menyatakan bahwa para sahabat telah berkonsensus terhadap legitimasi pengolahan harta yatim secara mudharabah. Kesepakatan para sahabat ini sejalan denganspirit hadis yang dikutip Abu Ubaid.
  1. Jenis-jenis dari Al-Mudharabah
Secara umu, Mudharabah terbagi menjadi dua jenis, Yakni :
a)      Mudharabah Muthlaqah
Yang dimaksud dengan transaksi Mudharabah Muthlaqah adalah bentuk kerjasama antara shahibul maal dan mudharib yang cakupannya sangt luas dan tidak dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu, dan daerah bisnis. Dalam pembahasan fiqh ulama salafus saleh seringkali dicontohkan dengan ungkapan if'al ma syi'ta (lakukanlah sesukamu) dari shahibul maal ke mudharib yang memberi kekuasaan sangat besar.[3]
b)     Mudharabah Muqayyadah
Disebut juga dengan istilah restricted mudharabah/ specifed mudharabah adalah kebalikan dari mudharabah muthlaqah. Si mudharib dibatasi dengan batasan jenis usaha, waktu, atau tempat usaha. Adanya pembatasan ini seringkali mencerminkan kecenderungan umum si shahibul maal dalam memasuki jenis dunia usaha.
  1. Aplikasi Al-Mudharabah Dalam Perbankan
Al-Mudharabah biasanya ditetapkan pada produk-produk pembiaayaan dan pendanaan. Pada sisi penghimpunan dana, al-mudharabah ditetapkan pada :
1.    Tabungan berjangka, yaitu tabungan yang dimaksudkan untuk tujuan khusus, seperti tabungan haji , tabungan kurban , dan sebagainya; deposito biasa;
2.    Deposito spesial (spesial Invesment) , dimana dana yang dititipkan nasabah saja atau ijarah saja.
Adapun pada sisi pembiayaan , Mudharabah ditetapkan untuk :
1.    Pembiayaan modal kerja, seperti modal kerja perdagangan dan jasa;
2.    Investasi khusus, disebut juga mudharabah muqayyadah, simana sumber dana khusus dengan penyaluran yang khusus dengan syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh shahibul maal.[4]
  1. Manfaat dan risiko Al-Mudharabah
a)   Manfaat Al-Mudharabah
1.      Bank akan menikmati peningkatan bagi hasil pada saat keuntungan usaha nasabah meningkat.
2.      Bank tidak berkewajiban membayar bagi hasil kepada nasabah pendanaan secara tetap, tetapi disesuaikan dengan pendapatan/hasil usaha bank sehingga bank tidak akan pernah mengalami negative spreed.
3.      Pengambilan pokok pembiayaan disesuaikan dengan cash flow/arus kas usaha nasabah sehingga tidak memberatkan nasabah.
4.      Bank akan lebih selektif dan hati-hati mencari usaha yang benar benar halal, aman , dan menguntungkan karena keuntungan yang konkret dan benar-benar terjadi itulah yang akan dibagikan.
5.      Prinsip bagi hasil dalam al-mudharabah ini berbeda dengan prinsip bunga tetap dimana bank akan menagih penerima pembiayaan (nasabah) satu jumlah bunga tetap berapa pun keuntungan yang dihasilkan nasabah, sekalipun merugi dan terjadi krisis ekonomi.
b)   Risiko Al-Mudharabah
Risiko yang terdapat dalam al-mudharabah, terutama pada penerapannya dalam pembiayaan, relatif tinggi. Diantaranya :
1.      Side streaming, nasabah menggunakan dana itu bukan seperti yang disebut dalam kontrak;
2.      Lalai dan kesalahan yang disengaja;
3.      Penyembunyian keuntungan oleh nasabah bila nasabah tidak jujur.[5]


SKEMA AL-MUDHARABAH


Gambar 1.1


  1. Rukun dan Ketentuan Syariah Akad Mudharabah
Rukun mudharabah ada empat, yaitu :
1.      Pelaku, terdiri atas : pemilik dana dan pengelola dana
2.      Objek mudharabah, berupa : modal dan kerja
3.      Ijab Kabul/serah terima
4.      Nisbah Keuntungan
Ketentuan syariah, adalah sebagai berikut :
a)      Pelaku
1.        Pelaku harus cakap hukum dan baligh.
2.        Pelaku akad mudharabah dapat dilakukan sesama atau dengan nonmuslim
3.    Pemilik dana tidak boleh ikut campur dalam pengelolaan usaha tetapi ia boleh mengawasi.
b)     Objek mudharabah (Modal dan Kerja)
a.  Modal
1.    Modal yang diserahkan dapat berbentuk uang atau aset lainnya (dinilai sebesar nilai wajar), harus jelas jumlah dan jenisnya.
2.    Modal harus tunai dan tidak utang.
3.    Modal harus diketahui dengan jelas jumlahnya sehingga dapat dibedakan dari keuntungannya.
4.    Pengelola dana tidak diperkenankan untuk memudharabahkan kembali modal mudharabahnya.
5.    Pengelola dana tidak diperbolehkan untuk meminjamkan modal kepada orang lain kecuali atas seiizin pemilik dana.
b.    Kerja
1.   Kontribusi pengelola dana dapat berbentuk keahlian, keterampilan. Selling skill, management skill dan lain-lain.
2.   Kerja adalah hak pengelola dana dan tidak boleh diintervensi oleh pemilik dana.
3.   Pengelola dana harus menjalankan usaha sesuai dengan syariah.[6]


c.    Ijab dan Kabul
Ijab dan kabul atau persetujuan kedua belah pihak dalam mudharabah yang merupakan wujud dari prinsip sama-sama rela (an-taraddin minkum). Dalam hal ini, kedua belah pihak harus secara rela bersepakat unutk mengikatkan diri dalam akad mudharabah.
d.      Nisbah Keuntungan
1.      Nisbah adalah besaran yang digunakan untuk pembagian keuntungan, mencerminkan imbalan yang berhak diterima oleh kedua pihak yang bermudharabah atas keuntungan yang diperoleh. Nisbah keuntungan harus diketahui dengan jelas oleh kedua belah pihak dan bersifat proporsional atau dinyatakan dalam angka persentase (nisbah) dari keunutngan sesuai kesepakatan, inilah yang akan mencegah terjadinya perselisihan antara kedua belah pihak mengenai cara pembagian keuntungan.
2.      Perubahan nisbah harus berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak
3.      Shahibul maal tidak boleh meminta pembagian keuntungan dengan menyatakan nilai nominal tertentu karena dapat menimbulkan riba.
Apabila terjadi kerugian ditanggung oleh pemilik dana kecuali ada kelalaian atau pelanggaran kontrak oleh pengelola dana, cara menyelesaikannnya adalah sebagai berikut.
a.         Diambil terlebih dahulu dari keuntungan karena keuntungan merupakan pelindung modal.
b.        Bila kerugian melebihi keuntungan, maka baru diambil dari pokok modal.[7]
  1. Berakhirnya Akad Mudhorobah
Akad Mudhorobah dapat berakhir karena hal-hal berikut.
1.         Dalam hal mudhorobah tersebut dibatasi waktunya, maka mudhorobah berakhir pada waktu yang telah ditentukan.
2.         Salah satu pihak memutuskan mengundurkan diri.
3.         Salah satu pihak meninggal atau hilang akal.
4.         Pengelola dana tiddak menjalankan amanahnya sebgai pengelola usaha untuk mencapai tujuan sebagaimana dituangkan dalam akad Modal sudah tidak ada.[8]
H.    Prinsip Pembagian Hasil Usaha Akad Mudhorobah
Dalam mudhorobah istilah profit dan loss sharing tidak tepat digunakan karena yang dibagi hanya keuntungannya saja (profit), tidak termasuk kerugiannya (loss). Sehingga untuk pembahasan selanjunya, akan digunakan istilah prinsip bagi hasil seperti yang digunakan dalam Undang-Undang No. 10 Tahun 1998, karena apabila usaha tersebut gagal kerugian tidak dibagi diantara pemilik dan pengelola dana,tetapi harus ditanggung sendiri oleh pemilik dana. Untuk menghindari perselisihan dalam hal biaya yang dikeluarkan oleh pengelola dana, dalam akad harus disepakati biaya-biaya apa saja yang dapat dikurangkan dari pendapatan.[9]
Contoh perhitungan pembagian hasil usaha:
Data:
Penjualan
Rp 1.000.000
HPP
(Rp 650.000)
Laba kotor
Rp.  350.000
Biaya-biaya
(Rp. 250.000)
Laba (rugi) bersih
Rp   100.000
1.         Berdasarkan prinsip bagi laba (profit sharing), maka nisbah pemilik dana : pengelola dana = 30:70
  Pemilik dana                     : 30% x Rp.100.000 = Rp.30.000
  Pengelola dana                 : 70% x Rp.100.000 = Rp.70.000
Dasar pembagian hasil usaha adalah laba neto/ laba bersihyaitu laba kotor dikurangi beban yang berkaitan dengan pengelolaan mudhorobah.
2.         Berdasarkan prinsip bagi hasil, maka dasar pembagian hasil usaha adlah laba
 bruto/laba kotor bukan pendapatan usaha dengan nisbah pemilik dana : pengelola
 dana = 10:90
Bank Syariah                    : 10% x Rp.350.000 = Rp.35.000
Pengelola                          : 90% x Rp.350.000 = Rp.315.000
I.       Ilustrasi Akuntansi Akad Mudhorobah
a.       Penyerahaan Dana Investasi dalam Bentuk Kas (Asumsi: Pengelola Dana Tidak Menmudhorobahkan kembali)
b.      Penyerahan Dana Investasi dalam Bentuk Aset Nonkas.[10]


BAB III
PENUTUP
A . KESIMPULAN
Jadi kami lebih setuju dengan pengertian Muhammad Rawas Qal'aji bahwa akad mudharabah yakni kerjasama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama (shahibul maal) menyediakan seluruh (100%) modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola yang mana keuntungan usaha dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak , sedangkan apabila rugi ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian itu bukan kelalaian si pengelola serta seandainya kerugian diakibatkan karena kecurangan dan kelalaian si pengelola, maka si pengelola harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut



[1] Sri dewi Anggadini dan Adeh Ratna Komala, Akutansi Syariah (Bandung: Rekayasa sains, 2017),169.

[2] Sri dewi Anggadini dan Adeh Ratna Komala, Akutansi Syariah, 170.

[4]  Ibid, 171.
[5] Ibid, 172.
[6] Akutansi Syariah di Indonesia, 117.
[7] Akutansi Syariah di Indonesia, 118.
[8] Nurhayati dan Wasilah, Akutansi Syariah di Indonesia, (Jakarta: Salemba Empa, 2015), 133.
[9] Akutansi Syariah di Indonesia, 134.
[10] Ibid, 141.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cara desain KEREN POP ICE DAN JUS BUAH background BIRU

Cara desain keren POP ICE DAN JUS BUAH background kuning

BIOGRAFI IPPHO SANTOSA